Kamis, 16 Februari 2012

MY NAUGHTY PRINCE (CHAPTER 2 - SEBUAH MISI)

        “Apa?!! Jadi aku akan menjadi pengawal pangeran?!! Bukan sang raja?! Dan tentang rahasia itu?!” Jenna hampir mengeluarkan kedua matanya. Ia masih belum percaya dengan berita yang baru saja didengarnya.
     “Tepatnya asisten pribadi, Jenna. Besok Pangeran akan tiba di Negeri Pourne, dia baru saja menyelesaikan S-2 nya di Jepang. Jadi, dia sangat butuh seorang asisten yang membantu pekerjaannya di sini.” Phil menjelaskan panjang lebar pada Jenna.
      “Ta … Tapi … Aku benar-benar tidak mengerti. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi asisten pribadinya? Aku bahkan tidak tahu pekerjaan apa yang akan pangeran lakukan di sini? Oh, God … dan kenapa harus aku?!” Jenna kembali bertanya. Pikirannya masih tak tenang. Semua ini benar-benar di luar dugaannya. Tentu saja, menjadi asisten pribadi akan dua kali lipat lebih sibuk daripada menjadi pengawal kerajaan. Belum lagi rahasia yang baru saja diceritakan oleh Phil. Hal itu lebih di luar dugaannya.
         “Tenang saja, semua akan aku jelaskan nanti. Aku yakin kau mampu melakukan semua ini, Jenna. Aku percaya padamu …” Phil berusaha meyakinkan Jenna.
“Apa kalian tidak salah memilih orang?” Sekali lagi Jenna memastikan bahwa dirinya memanglah orang yang tepat untuk menerima tugas ini.
          “Ahahaha … tentu saja tidak! Aku yakin kau mampu melakukannya, Jenna,” jawab Phil tanpa ragu sedikit pun.
          “Baiklah … aku akan menjaga rahasia itu. Dan semoga saja aku memang sanggup menerima tugas ini.” Jenna menghela napas panjang. Phil tersenyum lembut melihat wajah Jenna yang seolah pasrah.
         “Oh iya, aku sempat membaca biodatamu dan aku baru mengetahui bahwa kau salah satu penerima beasiswa dari sang raja. Kau sungguh hebat, Jenna!” ujar  Phil mengganti topik pembicaraan.
         “Itu benar, Paman. Kau tahu, dari kecil aku selalu bercita-cita ingin bertemu raja.” Perlahan wajah Jenna berubah. Semangatnya seolah kembali, apalagi ketika menceritakan keinginannya untuk bertemu sang raja.
            “Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu ingin sekali bertemu raja?” tanya Phil penasaran.
            “Kau tahu, Paman. Aku selalu kagum dengan cerita ayahku. Dulu ayahku adalah salah satu pengawal raja dan dia selalu menceritakannya padaku bagaimana dirinya bertugas melindungi sang raja. Dia bilang sang raja sangat baik. Sang Raja sangat rendah hati dan sangat sayang pada rakyatnya. Raja pernah berkata pada ayahku bahwa dia bahkan rela mengorbankan nyawanya sendiri untuk membela Negeri Pourne. Dan pada waktu itu, telah terjadi penyerangan dari Negeri Xanthena. Ayahku yang berusaha melindungi sang raja, akhirnya …” Jenna menghentikan perkataannya. Ia teringat kembali dengan kematian sang ayah. Hatinya sedikit bergetar. Padahal ia selalu berjanji tidak akan pernah menangisi peristiwa ini lagi. Ia justru seharusnya bangga karena ayahnya mati secara terhormat. Membela seorang pemimpin Negeri Pourne.
            “Akhirnya …?” Phil berusaha membantu Jenna untuk melanjutkan kata-katanya. Sebenarnya ia sudah dapat menebak apa yang akan dikatakan Jenna padanya. Hal itu sudah tergambar jelas dari raut wajah Jenna yang seketika berubah.
          “Hmm … ayahku tewas, Paman.” Jenna mengatakannya dengan besar hati. Ia berusaha tersenyum pada Phil.
            “Aku mengerti. Kau pasti sangat sedih …” ucap Phil menenangkan perasaan Jenna.
         “Awalnya aku memang sangat sedih, tapi kemudian aku menganggap bahwa ayahku benar-benar hebat. Dia rela mati demi pemimpin negeri ini.”
            “Kau sangat kuat, Nak! Aku kagum padamu … Lantas kau sekarang tinggal dengan ibumu?”
            “Hmmm … ibuku juga sudah meninggal. Ia menderita kanker payudara,” jawab Jenna lirih. Kali ini Phil merasa bersalah, ia membuat gadis di depannya seolah mengingat kembali kesedihan-kesedihannya.
            “Oh, my dear. Aku benar-benar minta maaf. Aku …”
           “Tidak apa, Paman. Menurutku, kau perlu mengetahui semua tentangku. Bagaimanapun juga aku akan menjadi pengawal pangeran, bukan? Mana mungkin kau tidak mengetahui identitasku?” Jenna menenangkan Phil. Ia tersenyum lembut pada pria tua di depannya. Ia merasa pria tua tersebut seperti akan menjadi pengganti orang tuanya selain Paman John dan Bibi Moon.
          “Well, kau memang kuat Jenna. Aku benar-benar tidak salah memilih orang,” ungkap Phil dengan penuh bangga.
         “Paman, bolehkah aku tahu mengenai sang pangeran? Uhmm … maksudku bagaimana kepribadiannya. Aku hanya ingin mempersiapkan bagaimana seharusnya aku bersikap padanya.”
            “Hmmm … aku rasa memang seharusnya kau perlu tahu mengenai sang pangeran.” Phil tampak serius dengan perkataannya. Ia nampak mengeluarkan sebuah dokumen dari laci meja kerjanya. Kemudian memakai kacamata yang semula hanya bergantung lurus di lehernya. Jenna memperhatikan setiap gerak yang Phil lakukan.
          “Well, nama lengkap pangeran adalah Arley Caldwell Henry Pourne. Kata “Arley” diberikan oleh sang kakek. Kata “Caldwell” diberikan oleh ayahnya sendiri yang berarti musim semi karena dia dilahirkan pada musim semi. Sementara itu, kata “Henry” berasal dari nama ayahnya. Dan kata Pourne dipakai untuk semua keturunan Raja di Negeri Pourne. Kau cukup memanggilnya Pangeran Arley. Selanjutnya …”
            “Tunggu …” potong Jenna cepat. Phil menatap Jenna di balik kacamata yang hanya bertengger tak sempurna di hidungnya.
            “Aku bingung menghapal nama pangeran. Itu sangat panjang dan apakah aku perlu menghapalnya?” Jenna melanjutkan perkataannya.
            “Ahaha … kau tidak perlu khawatir. Aku akan memberikan dokumen ini padamu nanti.”
            “Baiklah …”
            “Kita lanjutkan … Pangeran Arley berumur 25 tahun dan dia baru saja menyelesaikan S-2 nya di Jepang.”
      “Paman …” potong Jenna kembali. Phil menutup mulutnya kembali sebelum ia melanjutkan perkataannya.
            “Maksudku, aku hanya ingin tahu mengenai kepribadian Pangeran Arley. Biodatanya biar aku baca sendiri nanti.”
            “Ahh, kau benar! Kenapa tidak dari tadi saja kau bilang?” Phil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Jenna hanya tersenyum kecil melihat sikap Phil.
            “Hmmm … simpan baik-baik dokumen ini. Dan ingat, rahasia ini hanya kau, aku, Raja, dan Pangeran saja yang tahu,” lanjut Phil kemudian sambil menyerahkan dokumen tersebut pada Jenna.
            “Siap, Paman! Aku akan menjaga dokumen ini dengan hati-hati.”
            “Kau tahu, Jenna. Pangeran Arley sangat keras kepala. Ia selalu mempertahankan pendapatnya sendiri, tidak peduli resikonya apapun. Dia juga tidak pernah mau dikalahkan. Walau itu ayahnya sendiri. Aku harap kau akan bertahan dengan sikapnya yang seperti itu.”
            “Oh … eh … mungkin aku akan berusaha mengatasinya.”
            “Hmmm … semoga saja dia berubah setelah sekian lama tinggal di Jepang. Ahh … aku sangat merindukan pangeran kecil itu. Dulu aku yang merawatnya ketika masih kecil. Ketika kecil, pangeran sangat lincah. Beberapa kali ia memecahkan barang-barang di istana.”
            “Pasti saat itu pangeran sangat lucu.”
            “Kau benar … dia sangatlah lucu. Aku benar-benar tidak sabar bertemu dengan dia.”
            “Kau sangat menyayanginya, Paman?”
            “Aku amat sangat menyayanginya. Bahkan ketika kami terpisah, aku selalu mengirimkan email padanya. Berharap kalau keadaannya di Jepang akan selalu baik-baik saja.”
            “Aku mengerti perasaanmu, Paman.”
            “Ahh … seharusnya tidak boleh sedih seperti ini. Besok Pangeran akan pulang, tentu saja aku harus menyambutnya dengan bahagia.”
            Phil dan Jenna tersenyum bersama. Bagi Phil, kedatangan Pangeran Arley kali ini sangatlah penting. Setelah sekian lama kepergiannya dari Negeri Pourne, sang pangeran datang dengan sebuah misi yang akan menyelamatkan Negeri Pourne. Phil sangat berharap bahwa Pangeran Arley dan Jenna akan dapat bekerja sama menjalankan misi tersebut.
***
            Malam menghampiri Negeri Pourne. Angin yang berhembus begitu dingin. Dalam sebuah rumah sederhana yang terletak di pinggiran kota Pourne, terlihat Jennna asyik memainkan pikirannya. Ia tak berkedip memandangi lembaran dokumen yang berada di depan matanya. Sesekali bibirnya tersenyum tipis. Ia terus membayangkan wajah tampan Pangeran Arley yang akan ditemuinya besok. Malam ini ia benar-benar mempelajari profil tentang Pangeran Arley. Ia tak melewatkan sedikitpun hal-hal yang berhubungan dengan Pangeran Negeri Pourne itu. Mulai dari golongan darah, makanan favorit, bahkan sampai ukuran sepatu sang pangeran.
            “Aku tidak sabar melihat dirimu …” gumam Jenna sambil tersenyum kecil.
            Sekilas Jenna mengingat semua rahasia yang diceritakan Phil kepadanya tadi siang. Bagaimanapun juga, mulai besok Jenna akan menjadi salah satu orang yang akan menjalankan misi rahasia itu. Ia tak ingin mengecewakan Phil yang telah mempercayakan tugas ini padanya. Begitu juga ia tak mau mengecewakan sang raja dan pangeran. Jenna merasa keterlibatannya dalam misi kali ini bukanlah hal biasa. Bukan seperti bermain perang-perangan dengan Jessica dan teman-temannya ataupun sekedar membalas perbuatan anak kecil yang bertingkah nakal padanya.
            Ya … Jenna akan menyelamatkan Negeri Pourne. Dia akan bekerja keras bersama Pangeran Arley, Phil, dan juga Raja Henry. Tak ada satupun yang mengetahui hal ini. Bahkan para pengawal kerajaan pun tak ada yang mengetahuinya.
            “Jenna, kau belum tidur?” tanya Bibi Moon di sela-sela lamunan panjang Jenna.
            “Oh, Bibi. Tiba-tiba aku sulit tidur …” jawab Jenna sambil membereskan dokumen-dokumen mengenai Pangeran Arley yang bertebaran di ranjang tidurnya.
            “Hmmm … mulai besok kau akan tinggal di Pourne House. Bibi akan merasa kesepian tanpamu, Nak.”
            “Bibi …”
            “Ah, tapi tenang saja. Bukankah menjadi pengawal raja adalah impianmu? Bibi seharusnya bangga, karena akhirnya kau akan meneruskan pekerjaan ayahmu.” Bibi Moon berusaha menutupi perasaannya. Sejujurnya ia sangat khawatir dengan Jenna. Ia takut pekerjaannya sebagai pengawal raja akan membahayakan keselamatan Jenna. Seperti yang terjadi pada ayah Jenna dahulu.
            “Bibi jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja.”
            “Well, kau jangan sampai telat makan. Kau juga harus selalu bersiaga ketika kau sedang tidur. Kau juga perlu membawa sesuatu benda yang dapat melindungimu kemana saja kau pergi. Dan kau …”
            “Bibi … Aku mengerti kau khawatir dengaku. Tapi tenang saja, aku janji akan selalu menjaga diri.” Jenna menenangkan Bibi Moon. Ia menatap bibinya penuh keyakinan.
            “Hmmm … kau memang sudah besar, my dear.” Bibi Moon mengusap lembut rambut Jenna yang terurai panjang. Bagi Bibi Moon, Jenna sudah seperti anaknya sendiri. Apalagi dia tidak pernah merasakan bagaimana memiliki anak dari rahimnya sendiri.
            “Karena aku sudah besar, Bibi tidak perlu mengkhawatirkan aku lagi. Oke?”
            Bibi Moon tersenyum kecil. Kali ini ia memeluk Jenna dengan erat. Ia merasa sedih, namun ia juga harus membiarkan Jenna untuk mewujudkan impiannya.

Rabu, 15 Februari 2012

MY NAUGHTY PRINCE (CHAPTER 1 - POURNE HOUSE)

Jenna memperhatikan setiap detail permukaan kemeja lengan panjang yang dikenakannya. Ia memeriksa apakah ada sedikit bagian yang kusut pada kemejanya tersebut. Begitu juga dengan celana panjang hitam yang dikenakan sebagai pasangan kemejanya. Ia benar-benar memperhatikan dengan teliti. Hari ini adalah hari pentingnya. Ia benar-benar tak ingin melewatkannya tanpa kesan yang sempurna.
            Jenna begitu gugup. Sekali lagi ia menatap wajahnya yang terpantul jelas di depan cermin. Sempurna! Pikirnya kemudian.
            Sesaat ia langsung menyambar tas ransel kecil favoritnya. Kemudian mengenakan sepatu pantovel hitam yang semalam telah ia semir hingga mengkilap.
Ia nampak terburu-buru dan hampir terjatuh ketika menuruni tangga. Tentu saja, ia tak ingin terlambat.
            “Jenna, sarapanmu telah siap!” teriak Bibi Moon begitu mendengar hentakan kaki Jenna menuruni anak tangga.
            “Aku segera datang!” balas Jenna dengan lantang.
            Tiba di meja makan, Jenna menyambar segelas susu yang dibuatkan Bibi Moon setiap pagi dan mengolesi dua potong roti dengan selai kacang kesukaannya. Ia nampak terburu-buru melahap roti tersebut. Kemudian sesekali meneguk susu di gelasnya. Paman John dan Bibi Moon hanya bisa terkekeh melihat tingkah keponakan tersayangnya.
            “My Dear, bersikaplah tenang. Kau tidak akan bisa menikmati roti dan susu itu dengan baik,” ujar Bibi Moon lembut.
            “Aku tahu, Auntie. Tapi, sepertinya aku sangat gugup hari ini. Kau tahu kan kenapa?” jawab Jenna sambil tetap melahap roti di tangannya.
            “Kau harus tenang. Auntie yakin, kau pasti akan lolos menjadi pengawal raja.”
            “Aku juga yakin demikian …”
            Selesai ia melahap bagian roti terakhir, Jenna segera pergi. Ia tak lupa memberikan ciuman hangat pada Paman John dan Bibi Moon.
            Pagi indah di Negeri Pourne. Ia merasakan Pourne agak dingin. Sepertinya  musim dingin akan segera datang, pikirnya sejenak.
            Jenna memperhatikan ribuan daun yang telah berguguran di sepanjang jalan. Sesekali senyumnya mengembang. Ia terlalu bahagia. Bahkan ia benar-benar tak ingin ada seorang pun yang mengusik kebahagiannya. Ia bahkan tidak peduli pada Jessica dan teman-temannya yang begitu menyebalkan. Walau terkadang perbuatan mereka yang mengesalkan sulit dilupakan, namun kali ini Jenna tak ingin mengingatnya. Ia sama sekali tidak berpikir untuk membalas perbuatan konyol Jessica dan teman-temannya. Perbuatan seperti pada saat Jenna menjadi salah satu anggota pemandu sorak untuk tim basket di Pourne University. Jessica tampak tidak suka dengan Jenna karena Jenna terlihat manis di depan Sam. Sejak itulah, Jessica seolah meyalakan api peperangan terhadap Jenna. Hari-hari Jenna selalu dipenuhi dengan berbagai kekonyolan yang dibuat Jessica dan teman-temannya. Jenna pernah menerima permen karet yang super lengket di celana jeansnya. Ia bahkan pernah dihukum oleh Mrs. Kate karena dituduh menghilangkan karya ilmiah milik Jessica. Padahal saat itu, Jessica sendiri yang berusaha memasukkan karya ilmiah tersebut ke dalam tas Jenna. Sungguh menyebalkan! Jenna selalu berpikir demikian.
            Terlepas dari semua kekonyolan yang dibuat Jessica terhadapnya, Jenna hari ini benar-benar tak ingin menodai pikirannya dengan wajah buruk Jessica.
Jenna hanya bergumam, “Lihat saja nanti ketika kelak aku berhasil menjadi salah satu pengawal raja! Kau pasti akan merasa tercekik, Jess! Atau bahkan kau ingin bunuh diri?!”
Sekali lagi Jenna tersenyum puas.

***
            Pourne House yang begitu megah dan mempesona. Jenna tak berhenti menatap, matanya seolah tak mau berkedip. Jajaran rapi pohon-pohon besar yang membentang luas di taman Pourne House. Kemudian ada pula bunga anggrek putih dan ungu yang menambah kecantikan taman tersebut. Sungguh, Jenna sangat mengagumi keindahan dan kemegahan Pourne House. Tampak pula beberapa kolam air dengan berbagai patung pancuran yang terbuat dari marmer.
            “Jadi kau salah satu nominasi pengawal raja?” tanya seorang pria berumur 60 tahun pada Jenna. Pria itu bernama Phillip, asisten senior kepercayaan Raja Henry. Wajahnya seringkali muncul di harian kota Pourne ataupun siaran berita kota Pourne sebagai juru bicara Raja Henry apabila sang raja berhalangan hadir. Phil terlihat asyik mengendarai mobil mini yang dirancang khusus untuk para tamu Pourne House. Mereka biasa menyebut mobil tersebut Limoun. Jenna yang semula terlihat asyik menikmati pemandangan taman di Pourne House, tiba-tiba ia berpikir mengenai jawaban yang seharusnya ia jawab.
            “Benar, dan aku sangat yakin kalau aku akan lolos tes wawancara hari ini,” jawab Jenna penuh keyakinan. Matanya sesekali tetap memperhatikan keindahan taman Pourne House. Sementara Phil hanya tersenyum kecil, kemudian menatap sekilas wajah manis Jenna yang terlihat kagum dengan keindahan taman Pourne House.
            “Apakah kau pernah berpikir, pertanyaan apa saja yang akan diajukan oleh sang raja?” tanya Phil kembali.
            “Apa ya? Mungkin semacam hobi, kebiasaan baik dan buruk, serta prestasi akademikku …” Jenna tampak berpikir. Ia tidak memikirkan hal ini sebelumnya. Benar kata Phil, kira-kira pertanyaan apa saja yang akan diajukan oleh sang raja kepadanya. Dan seharusnya ia sudah siap dengan semua jawaban-jawaban itu.
            “Apa kau pernah bertemu dengan sang raja sebelumnya?”
            “Belum, dan hari ini akan menjadi hari pentingku karena akhirnya aku dapat melihat sang raja secara langsung.”
            “Lalu, jika kau sudah bertemu dengan sang raja?”
            “Aku akan meyakinkan sang raja bahwa aku mampu menjadi salah satu pengawalnya.” Jenna tersenyum tipis. Entah mengapa pria tua itu menanyakan dirinya mengenai berbagai hal yang tidak ia mengerti, bagi Jenna sama sekali tak masalah. Ia hanya tahu bahwa keinginannya untuk bertemu sang raja secara langsung akan segera terwujud.
Impian Jenna untuk bertemu sang raja secara langsung muncul ketika ayahnya bercerita bahwa Negeri Pourne memiliki seorang raja yang sangat baik hati. Raja yang bijak, dan tentu saja seorang raja yang sangat mencintai rakyatnya. Sejak saat itulah, impian Jenna untuk menjadi dokter khusus keluarga kerajaan selalu melekat di otaknya. Mungkin sekarang memang belum waktunya ia menjadi dokter khusus keluarga kerajaan, tapi setidaknya ia bahagia karena memiliki kesempatan untuk menjadi pengawal kerajaan. Walaupun ia tahu, resikonya sangat besar. Jenna benar-benar sudah memikirkan hal itu. Bahkan Paman John dan Bibi Moon sudah menyetujuinya.
“Well, welcome to the Pourne House …” ucap Phil begitu limoun tepat berada di depan pintu utama Pourne House. Mata Jenna begitu berbinar. Ia bahkan hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
Pourne House ...
Sebuah istana megah keluarga kerajaan.
Jenna menghela napas dalam. Ia membenahi kemejanya yang terlihat kusut. Ia juga tampak mengeluarkan sebuah cermin kecil untuk memastikan bahwa polesan make-up nya tidak luntur atau sekedar berantakan.
Tak lama ia bergegas memasuki Pourne House bersama dengan Phil yang mengendarai Limoun untuknya. Jantung Jenna berdegup kencang. Ia begitu gugup. Kemudian ia mencoba untuk menarik napas dalam. Menenangkan pikirannya sejenak.
“Kau baik-baik saja?” tanya  Phil menyadari ketidaknyamanan Jenna.
“Oh, tidak! Aku baik-baik saja. Kau tahu, aku hanya sedikit gugup.”
“Kau tak perlu takut. Kau cukup menjawab apa yang ditanyakan nanti.”
“Baiklah … Aku mengerti maksudmu.” Jenna tersenyum kecil. Begitu juga dengan Phil.
Tampak beberapa pengawal kerajaan menatap ke arah Phil dan Jenna. Kemudian salah seorang dari pengawal kerajaan membukakan pintu Pourne House.
Jenna semakin kagum. Kali ini ia membuka lebar-lebar kedua matanya. Melihat ke sekeliling aula depan Pourne House yang berada di depan matanya. Banyak patung dan lukisan mahal yang terpajang rapi. Ada pula lampu hias yang begitu kemilau. Semua ini adalah milik Pourne House. Istana megah yang selama ini tidak pernah dipublikasikan oleh media. Ada suatu larangan khusus bagi pers untuk mempublikasikan istana ini. Kabarnya Raja Henry tidak begitu suka apabila istana pribadinya terlalu diekspos kepada publik. Mungkin ia hanya bersikap rendah hati, pikir Jenna sejenak. Walau bagaimanapun, ia adalah seorang raja yang tidak sombong. Tentu saja ia tidak ingin apabila pers terlalu mengekspos kekayaannya.
            “Well, Jenna. Duduklah bersama mereka, dan tunggu giliranmu untuk dipanggil.” Phil memberikan intruksi kepada Jenna. Kemudian ia bergegas pergi ke suatu ruangan.
            Jenna melihat ada sembilan orang lainnya yang juga menunggu giliran wawancara. Ada tujuh pria dan tiga wanita yang kurang lebih seumuran dengannya atau terpaut dua sampai tiga tahun di bawah dan di atas umurnya. Jenna tersenyum sekilas kepada mereka. Kemudian ia mengambil posisi duduk di samping seorang wanita berambut pirang yang terlihat lebih tua darinya.
            “Hai …” sapa Jenna sambil tersenyum hangat.
            “Hai, siapa namamu? Aku Megan,” balas wanita itu ramah.
            “Aku Jenna Thompson. Panggil aku Jenna.”
            “So, kau juga menjadi nominasi?” tanya Megan begitu ramah. Ia tampak tersenyum kecil.
            “Ya, tepatnya seperti itu,” jawab Jenna singkat.
            “Hmmm … bagaimana perasaanmu? Apa kau bahagia?” Megan bertanya kembali.
            “Ini sangat luar biasa! Kau tahu, aku begitu gugup. Bahkan aku sama sekali tidak bisa berpikir.”
            Megan tertawa. Ia sangat geli melihat ekspresi wajah Jenna yang sangat gugup.
            “Apa kau tidak gugup?” tanya Jenna ketika menyadari bahwa Megan sedang menertawainya.
            “Iya, aku pun demikian. Tapi sepertinya tidak segugup dirimu.”
            “Begitu ya, entahlah. Aku benar-benar gugup.”
            “Kau harus tenang. Raja Henry pasti butuh seorang pengawal kerajaan yang sangat tenang.”
            “Kau benar, Megan. Seharusnya aku tidak gugup seperti ini.” Kali ini Jenna menarik napas dalam. Ia berusaha mengatur napasnya.
            Siang semakin berlalu. Matahari di Negeri Pourne sudah meninggi sejak 2 jam yang lalu. Jenna melangkahkan kakinya dengan kesal. Ia masih kecewa karena kesempatannya untuk bertemu dengan sang raja hilang begitu saja. Ia pikir, wawancara kali ini akan dilakukan oleh raja langsung, tapi ternyata tidak. Jelas saja, mana mungkin sang raja bersusah payah mewawancarai orang-orang sementara pengawalnya tersebar dimana-mana. Sekali lagi Jenna merutuk kesal.
            Sudahlah … mungkin aku akan bertemu sang raja ketika aku benar-benar berhasil menjadi pengawal kerajaan.
            Gumam Jenna dalam hati. Ia sangat berharap kalau dirinya akan lolos menjadi pengawal raja. Dan ia akan tahu hal itu besok.


To be continue .... 
***

MY NAUGHTY PRINCE (Prolog)

Negeri Pourne ...
Tahukah kalian?
Aku begitu mengagumi negeri ini.
Aku begitu mencintai negeri ini.
Dan tentu saja, aku sangat menyayangi seorang Pangeran di negeri ini.

***
Well, aku Jennna Thompson. Aku selalu bilang bahwa aku benar-benar menyukai Negeri Pourne. Aku terlalu cinta dengan negeri ini dan jujur saja sejak aku terlahir ke dunia sampai sekarang, aku belum pernah menginjakkan kakiku ke luar Negeri Pourne. Di negeri indah, hamonis, dan damai inilah aku tinggal bersama dengan Paman John dan Bibi Moon. Mereka berdua adalah satu-satunya keluargaku yang masih hidup. Sementara ayahku, dia tewas ketika menjadi salah satu pasukan pengawal raja saat usiaku masih 8 tahun. Setidaknya aku tahu bahwa ayahku adalah seorang pahlawan. Mungkin kematiannya memang terdengar tragis, tapi aku selalu berpikir bahwa aku sangat bangga terhadap beliau. Berani mengorbankan nyawanya untuk seorang pemimpin negeri ini. Lantas mengenai ibuku, baru satu tahun ini aku memperingati hari kematiannya. Dia meninggal karena kanker payudara yang telah menguasainya selama 5 tahun.
Aku adalah gadis berusia 20 tahun yang sedang mencari biaya tambahan kuliah dengan bekerja part-time dimana saja. Aku pernah menjadi seorang nanny dan bekerja pada keluarga seorang Perdana Menteri Mark Gregory. Beliau sangat mempercayakan kedua bocah kecilnya padaku. Si sulung Ben Gregory dan si bungsu Ken Gregory. Mereka berdua pria kecil tampan yang sangat penurut. Namun, terkadang aku juga sering dibuat susah payah oleh mereka berdua. Tapi kupikir, kenakalan mereka masih dalam batas wajar. Jadi, aku tak terlalu memusingkannya.
Aku juga pernah menjadi seorang koki kecil di sebuah restoran pinggir kota Pourne. Saat itu, aku masih berusia 14 tahun. Ya, semenjak usia 14 tahun, aku selalu membiasakan diri mencari uang tambahan. Setidaknya aku punya uang saku yang lebih ataupun sekedar ditabung untuk membiayai kuliahku kelak. Aku sangat bermimpi menjadi seorang dokter khusus kerajaan di Negeri Pourne. Sepertinya aku akan bisa bertemu dengan sang pemimpin Negeri Pourne yang sangat baik hati. Aku begitu mengagumi sosoknya. Sosok seorang pria berusia 50 tahun yang begitu mencintai negeri dan rakyatnya. Beliau sangat cerdas. Beliau rendah hati. Dan gaya bicara beliau ketika pers datang, sangat berwibawa. Begitulah, apalagi aku tahu bahwa ayahku pernah berkorban untuk keselamatan beliau.
Mengenai impianku tersebut, sekarang aku benar-benar sedang menjalaninya. Aku berusaha keras ketika masih di bangku SMA. Aku sangat tekun belajar agar dapat lolos seleksi ujian masuk perguruan tinggi negeri yang terhebat di Negeri Pourne. Alhasil, usahaku tersebut tidaklah sia-sia, bahkan aku termasuk salah satu mahasiswa pilihan yang memperoleh beasiswa unggulan dari sang Raja karena skor ujianku masuk kategori 10 besar. Saat mendengar pengumuman itu aku benar-benar bahagia. Aku merasa, perlahan impianku akan tercapai.
Sekarang, kebahagiaanku semakin bertambah. Mungkin ini memang bukan impianku, tapi ini seakan seperti sebuah mimpi indah yang mendatangiku. Aku bahkan tidak ingin bangun jika ini memanglah hanya sebuah mimpi!
Betapa menyenangkannya …
Betapa membahagiakannya …
Ketika aku secara tidak sengaja, atau kusebut secara iseng, aku diam-diam mengirim sebuah surat lamaran untuk bekerja sebagai salah satu pengawal kerajaan. Saat itu, aku membaca iklan di sebuah harian kota, bahwa sang raja membutuhkan pengawal raja yang berkompeten dalam bidang seni bela diri, kecakapan bersosialisasi, dan tentu saja bermoral baik. Apalagi sang raja tidak mempermasalahkan jenis kelamin. Sang Raja hanya butuh seseorang dengan umur 18-25 tahun yang memiliki rasa tanggung jawab besar. Aku benar-benar tidak pikir panjang. Sudah kubilang ini hanya keisengan dan kekonyolanku sesaat. Namun, aku juga menyadari bahwa aku sanggup memenuhi kriteria tersebut. Aku pernah berlatih beladiri bersama ayahku, dan sepeninggal beliau, aku berlatih bela diri bersama Paman John. Mereka berdua sangat menguasai seni bela diri karate. Apalagi saat itu aku sangat terobsesi menyelamatkan semua teman-temanku yang tidak berdaya dari serangan bocah-bocah nakal. Aku tidak ragu mempelajari karate.
Dan tibalah hari ini, saat pengumuman nominasi pengawal kerajaan diumumkan pada harian kota pagi. Aku yang tak biasa membeli harian kota, tiba-tiba rela menyisihkan uang sakuku untuk membeli harian kota itu. Tentu saja, pengumuman mengenai nominasi pengawal raja menjadi topik utama pada harian kota pagi di Negeri Pourne.
Well, aku Jenna Thompson.
Salah satu nominasi pengawal Raja Pourne yang akan mengikuti tes wawancara. Senyumku mengembang sempurna.
Kau tahu kenapa?
Karena besok aku akan pergi ke Pourne House untuk bertemu sang raja.
***

Sabtu, 03 Desember 2011

Tom sang katak (cerita tentang hujan)

Katak itu bernama Tom. Bahagia sekali ia ketika akhirnya mendung menyelimuti angkasa di atas sana. Berbinar-binar matanya melihat sederetan awan menggumpal tebal, tanpa berkedip.

Dalam hati Tom berkata ...
Sang hujan akan datang
Cepatlah! Cepatlah! 
Aku sangat tidak sabar menunggu
Ya ampun, baru kali ini aku merasa sabar itu ada batas
Oh, hujan!
Cepatlah menyapa aku ...
Aku ingin menyambutmu dengan tarian-tarian terbaruku
Kau tahu ...
Aku bersusah payah menciptakan sebuah tarian 
Tidak ! Bukan cuma tarian 
Tapi juga sebuah melodi
Melodi tentangmu, dan tentang jagat raya angkasa

Tom berhenti berbicara dalam hatinya. Ia mulai bosan. 
Ia sekarang duduk diam. Mengamati aliran sungai yang begitu tenang di depan matanya.
Ia amati perlahan. Ia sadar, sungai itu begitu tenang.
Dan tiba-tiba ... sebuah percikan air jatuh ke sungai. 
Getarannya meluas hingga ke tepi sungai, membentuk bulatan yang semakin lama semakin melebar.
Tom segera melihat ke atas. Dan percikan-percikan air yang lainnya tiba-tiba menyusul.
Tom tersenyum. Malu-malu ia tersenyum sambil berusaha untuk berdiri tegak.
Ia memulai tariannya dan memainkan sebuah melodi baru untuk menyambut sang hujan.
Tak lama, hujan semakin deras. Dan Tom sangat senang sekali.
Kaki dan tangannya terus bergerak mengikuti melodi yang ia nyanyikan.

Buitenzorg, 29 Juni 2011

Lirik lagu TOGETHER - Monkey Majik (english translation)

if I were to grow wings on my back
i want to convey to you right now
this overflowing happiness

riding in the swaying wind
in the glittering light of the future
together, forever

this scenery that ive been seeing in my dream
if you try to make your ears listen carefully to the harmony
"is it ok? is this path correct?"
I was always shaken by anxiety

without even looking back
I've come quite a long way
more than anything else, changing too much, too fast
it's never gonna stop, we'll keep it on top
and be together

if I were to grow wings on my back
i want to convey to you right now
this overflowing happiness

riding in the swaying wind
in the glittering light of the future
together, forever

I got this feeling deep inside me
it's a miracle, this miracle of our meeting
I don't believe that I'm alone
you tried to tell me and now i see
you've always understood
but now i've opened up my heart
I can't wait to hold you in my arms

if I was able to look back
would have I been able to come this far?
more than anything else, changing too much, too fast
it's never gonna stop, we'll keep it on top
and be together

if I were to grow wings on my back
i want to convey to you right now
this overflowing happiness

riding in the quivering wind
in the glittering light of the future
together, forever

try to walk away
always from the same ol' day
every little step I take
becomes my own

this feeling won't change, won't fade away
one more time
you are the one for me
you are the only one

the sky that spreads out in front of my eyes
i want to convey it to you right now
this nostalgic joy

with you forever
this future i've tried to forget
together forever
forever

i remember the enjoyable days
forever

Tentang sebuah kesempatan :)

Teringat kembali pada sebuah paragraf di dalam sebuah novel Firebelly. Mengenai sebuah kesempatan, yang terkadang dengan mudah kita lupakan atau bahkan seolah tidak kita sadari.

Terkadang kita ragu-ragu di tepian untuk waktu yang terlalu lama. Kesempatan datang bagaikan selembar daun yang mengambang di depan kita, terhanyut oleh sungai deras. Kita berdiri di tepian sungai dengan hanya satu kesempatan untuk mengambilnya. Kita melatih diri untuk memilih waktu, melompatkan tubuh ke air, menyambar permukaan air dimana kita membayangkan daun itu akan lewat. Kita melatih hal ini berulang-ulang, mungkin dari hari ke hari, menjadi percaya diri dengan teknik kita. Lalu ketika daun itu benar-benar muncul, ternyata kita ragu untuk melakukannya, lantas mempertimbangkannya kembali, khawatir kaki kita akan terpeleset di tepi sungai. Dan sesaat daun itu pun hilang (Firebelly)
Kau tahu apa artinya ?
Bahwa kesempatan itu hanya datang sekali dan pada waktu yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Kita hanya butuh keyakinan, kepercayaan diri untuk dapat menggenggam kesempatan itu. Jika sekali saja kita merasa ragu, maka kesempatan itu pun akan dengan mudah hilang. Dan tak akan kembali =)

Sungguh, untuk setiap kesempatan yang ada, semoga menjadi kesempatan yang benar-benar baik dan membawa pada kehidupan kita yang lebih baik. Bukan justru sebaliknya :)

Jumat, 02 Desember 2011

Jenna's Diaries 01 (My Naughty Prince)


Dear My Naughty Prince ...


Seperti aku tidak waras!
Seperti aku kehilangan akal!
Seperti dunia seolah berhenti berputar!
Seperti seekor anak kucing telah menggigit lembut salah satu ujung jariku!
Dan seperti ... entah apa! 
Aku seperti tidak bisa fokus!


Semua itu bermula ketika aku menatapmu dan juga mendengar suaramu.
Kau tahu, karena semua itulah! 
Karena semua yang menyebabkan aku demikian, maka aku memanggilmu The Naughty Prince.


Tapi, aku bahagia.
Senakal apapun kau mencuri hatiku.


Dan satu lagi.
Aku begitu senang. Kau tahu kenapa?
Tentu saja karena aku akan menjadi seseorang yang menjagamu.