Minggu, 03 Oktober 2010

Segores tinta untuk ibunda

Kubuka album biru
Penuh debu dan usang
Kupandangi semua gambar diri
Kecil besih belum ternoda ...


Saya yakin hampir semua anak di Indonesia mengenal lagu itu. Dan tentu saja akan selalu menginspirasi setiap anak di manapun. Terutama ketika seorang anak tinggal jauh dari kedua orang tuanya, terutama ibunya.

Saya hanya ingin berbagi cerita mengenai apa yang saya rasakan dan apa yang saya alami.
Sungguh, saya benar-benar tak pernah bisa menggambarkan bagaimana kekuatan seorang ibu yang notabene nya harus menerima suatu kenyataan pahit.

Yaa ... ini hanya sebuah cerita. Tentu saja cerita yang nyata. Cerita tentang seorang wanita yang begitu membanggakan. Begitulah ... Ibu saya.
TErsentak ketika pertama kali tahu bahwa Ibu saya divonis suatu penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Untunglah ... kenyataan itu cepat diketahui sehingga semua keluarga dapat segera bertindak untuk kebaikan kondisinya.

Ibu ... memang tak aneh kalau mendengarnya masuk rumah sakit. Sejak saya kecil pun, beliau sering mondar-mandir di rumah perawatan itu. Karenanya tak heran jika saya terkadang mendapat telpon bahwa Ibu masuk rumah sakit.
Namun ... untuk pertama kalinya saya benar-benar tak habis pikir. MEngapa kali ini begitu berbeda ? Ya ... benar-benar berbeda.
Apalagi kenyataan mengenai Ibu yang sakit kanker baru saya ketahui ketika beliau akan dioperasi. Alasan keluarga saya ,,, hanya satu. Mereka tak ingin mengganggu kuliah saya. Sudahlah, mengenai alasan mereka yang memberi tahu saya belakangan, tidak pernah saya pikirkan. Saya justru sangat memikirkan kondisi Ibu saya pada saat itu. Huff ... subhanallah!

Bahkan ketika saya berada di sampingnya, padahal saya tahu beliau pasti sangat kesakitan, Ibu saya hanya bilang "Jangan khawatir! Mama baik-baik saja! Kamu kuliah saja, apalagi mau ujian kan ?"
Entah saya tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun. Saya hanya mengangguk, menuruti saja apa yang Ibu saya bilang.
Kalau saja beliau tahu, saya hanya kuat dan tanpa mengeluarkan airmata setitik pun ketika bersama beliau. Namun, ketika saya harus kembali ke Bogor dan berpisah dengan beliau, saya benar-benar berhujan airmata.

Itulah ... mungkin yang disebut kekuatan hati ketika orang yang sangat kita sayangi justru harus mendapat kekuatan dari kita. Yaaa ... aku percaya. Ibu saya memang tak membutuhkan airmata saya ketika itu. Beliau pasti hanya menginginkan doa dari saya agar operasinya berjalan sebagaimana mestinya.
Haaaa ... luar biasa! Hidup ini sungguh luar biasa!
Alhamdulillah ... operasi Ibu saya berjalan seperti yang diharapkan. Saya benar-benar bersyukur atas nikmat ini. Saya merasa sedikit lega setelah beberapa hari seolah napas saya sesak.
Tapi ... memanglah hidup akan terus indah jika kita selalu bersyukur. Saya tidak memungkiri kalau kondisi Ibu saya sekarang memang tidak seperti dulu lagi. Dan itulah ... sekali lagi saya dan keluarga saya (Termasuk Ibu saya) harus tetap bersyukur. Setidaknya Ibu saya masih memiliki kesempatan untuk melihat saya wisuda nanti (semoga ...aminn).
Saya benar-benar ingin menunjukkan apa yang selama ini diharapkan Ibu dan Ayah saya. Mungkin ... saya memang tak luar biasa seperti mahasiswa2 lain yang memiliki kesempatan berprestasi lebih. Namun, inilah saya.

Saya hanya ingin Ibu saya melihat betapa sang anak bungsunya telah dewasa.
Saya hanya ingin Ibu saya melihat betapa sang anak bungsunya selalu mencoba untuk ceria.
Saya hanya ingin ibu saya melihat betapa sang anak bungsunya tahu bagaimana memperoleh hidup bahagia.

Dan itu semua ... karena saya begitu bangga terlahir dari rahim seorang ibu seperti dirinya. (daneguka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar