Selasa, 05 April 2011

TIGA JIWA "Save My Soul" (session 2)

Banyu :
Ada yang salahkah pada diri ini?
Kosong itu tiba-tiba hilang. Lenyap. Musnah.
Sebuah titik ... entah titik apa.
Aku masih tak dapat mengerti.
Lalu, kutatap bintang di angkasa malam saat ini juga.
Masih tetap muram.
Lantas, apa ini?
Tiba-tiba nuraniku tumbuh.
Membentuk warna-warni pelangi, hingga akhirnya relung dalam hatiku tak lagi kosong.

Kirana :
Tatapan kosong. Seolah tak bernyawa.
Dingin. Melebihi bongkahan es yang pernah tersentuh oleh ujung jariku.
Tiba-tiba, aku merasa tatapan itu justru meronakan hatiku.
Menghilangkan kelabu yang selama ini terpenjara sepi jauh di lubuk hatiku.
Ahhh ... betapa aku tak pernah merasakan sebelumnya perasaan lembut ini.
Mungkinkah Buitenzorg memang berhasil membuat hatiku porak poranda?
Porak poranda bukan karena semakin kelabu, tapi justru merona sejak senja baru itu berhasil aku temukan.
Dan tentu saja, senyum di bibirku tak henti-hentinya berkulum.

Maessa :
Sebuah ikatan. Menjelmaku menjadi sosok yang tertarik-tarik.
Terombang-ambing.
Semula, hati ini gelap! Sangat gulita!
Namun, senyum mengkulum itu mampu menarik-narik perasaanku menjadi baru.
Perlahan, tirai dendamku sedikit mereda.
Amarahku pun tak lagi menghantui.
Oh, apa ini?
Benarkah jiwaku yang dulu mampu kembali?
Atau semua ini hanya sekedar mampu menjadi fatamorgana saja?

Cerita Sederhana 03

Seluas jagat raya memandang. Membentang luas hingga ke angkasa di atas sana. Membiru dengan sedikit polesan putih yang nampak hangat menyelimuti. Tak jauh, deretan panjang menghijau juga tertata rapi. Memadukannya dengan biru yang sebelumnya tampak. 
Oh ... sore yang membuatku jatuh hati. Ya, tentu saja jatuh hati pada yang menciptakan fatamorgana ini. Betapa semesta alam yang begitu damai, sejuk, dan membutakan mataku pada hal-hal yang sebelumnya aku pikirkan.
Beginilah seharusnya perasaan. Tenang seolah tanpa apapun. Namun, bukan berarti aku melepaskan semua tanggung jawab hidup. Ini hanyalah pelarian sementara tentang hidup yang seharusnya aku syukuri berkali-kali.
Maka ... ketika langit mulai memerah, itu berarti senja akan menyapa siapa pun yang telah berpeluh hari ini. Betapa nikmat merasakan peluh yang berkucur dan sambutan senja memerah ikut menutupi hari ini dengan romantisme fatamorgananya.
Aku menyukainya. Ya, benar-benar tak ingin berkeluh kesah jadinya. 
Karena fatamorgana ini mampu menghapuskan apapun.

Jiwa berlelah, berpeluh, maka nikmat Tuhan mana lagikah yang kamu dustakan? :)

Buitenzorg, 4 April 2011