Kamis, 16 Februari 2012

MY NAUGHTY PRINCE (CHAPTER 2 - SEBUAH MISI)

        “Apa?!! Jadi aku akan menjadi pengawal pangeran?!! Bukan sang raja?! Dan tentang rahasia itu?!” Jenna hampir mengeluarkan kedua matanya. Ia masih belum percaya dengan berita yang baru saja didengarnya.
     “Tepatnya asisten pribadi, Jenna. Besok Pangeran akan tiba di Negeri Pourne, dia baru saja menyelesaikan S-2 nya di Jepang. Jadi, dia sangat butuh seorang asisten yang membantu pekerjaannya di sini.” Phil menjelaskan panjang lebar pada Jenna.
      “Ta … Tapi … Aku benar-benar tidak mengerti. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi asisten pribadinya? Aku bahkan tidak tahu pekerjaan apa yang akan pangeran lakukan di sini? Oh, God … dan kenapa harus aku?!” Jenna kembali bertanya. Pikirannya masih tak tenang. Semua ini benar-benar di luar dugaannya. Tentu saja, menjadi asisten pribadi akan dua kali lipat lebih sibuk daripada menjadi pengawal kerajaan. Belum lagi rahasia yang baru saja diceritakan oleh Phil. Hal itu lebih di luar dugaannya.
         “Tenang saja, semua akan aku jelaskan nanti. Aku yakin kau mampu melakukan semua ini, Jenna. Aku percaya padamu …” Phil berusaha meyakinkan Jenna.
“Apa kalian tidak salah memilih orang?” Sekali lagi Jenna memastikan bahwa dirinya memanglah orang yang tepat untuk menerima tugas ini.
          “Ahahaha … tentu saja tidak! Aku yakin kau mampu melakukannya, Jenna,” jawab Phil tanpa ragu sedikit pun.
          “Baiklah … aku akan menjaga rahasia itu. Dan semoga saja aku memang sanggup menerima tugas ini.” Jenna menghela napas panjang. Phil tersenyum lembut melihat wajah Jenna yang seolah pasrah.
         “Oh iya, aku sempat membaca biodatamu dan aku baru mengetahui bahwa kau salah satu penerima beasiswa dari sang raja. Kau sungguh hebat, Jenna!” ujar  Phil mengganti topik pembicaraan.
         “Itu benar, Paman. Kau tahu, dari kecil aku selalu bercita-cita ingin bertemu raja.” Perlahan wajah Jenna berubah. Semangatnya seolah kembali, apalagi ketika menceritakan keinginannya untuk bertemu sang raja.
            “Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu ingin sekali bertemu raja?” tanya Phil penasaran.
            “Kau tahu, Paman. Aku selalu kagum dengan cerita ayahku. Dulu ayahku adalah salah satu pengawal raja dan dia selalu menceritakannya padaku bagaimana dirinya bertugas melindungi sang raja. Dia bilang sang raja sangat baik. Sang Raja sangat rendah hati dan sangat sayang pada rakyatnya. Raja pernah berkata pada ayahku bahwa dia bahkan rela mengorbankan nyawanya sendiri untuk membela Negeri Pourne. Dan pada waktu itu, telah terjadi penyerangan dari Negeri Xanthena. Ayahku yang berusaha melindungi sang raja, akhirnya …” Jenna menghentikan perkataannya. Ia teringat kembali dengan kematian sang ayah. Hatinya sedikit bergetar. Padahal ia selalu berjanji tidak akan pernah menangisi peristiwa ini lagi. Ia justru seharusnya bangga karena ayahnya mati secara terhormat. Membela seorang pemimpin Negeri Pourne.
            “Akhirnya …?” Phil berusaha membantu Jenna untuk melanjutkan kata-katanya. Sebenarnya ia sudah dapat menebak apa yang akan dikatakan Jenna padanya. Hal itu sudah tergambar jelas dari raut wajah Jenna yang seketika berubah.
          “Hmm … ayahku tewas, Paman.” Jenna mengatakannya dengan besar hati. Ia berusaha tersenyum pada Phil.
            “Aku mengerti. Kau pasti sangat sedih …” ucap Phil menenangkan perasaan Jenna.
         “Awalnya aku memang sangat sedih, tapi kemudian aku menganggap bahwa ayahku benar-benar hebat. Dia rela mati demi pemimpin negeri ini.”
            “Kau sangat kuat, Nak! Aku kagum padamu … Lantas kau sekarang tinggal dengan ibumu?”
            “Hmmm … ibuku juga sudah meninggal. Ia menderita kanker payudara,” jawab Jenna lirih. Kali ini Phil merasa bersalah, ia membuat gadis di depannya seolah mengingat kembali kesedihan-kesedihannya.
            “Oh, my dear. Aku benar-benar minta maaf. Aku …”
           “Tidak apa, Paman. Menurutku, kau perlu mengetahui semua tentangku. Bagaimanapun juga aku akan menjadi pengawal pangeran, bukan? Mana mungkin kau tidak mengetahui identitasku?” Jenna menenangkan Phil. Ia tersenyum lembut pada pria tua di depannya. Ia merasa pria tua tersebut seperti akan menjadi pengganti orang tuanya selain Paman John dan Bibi Moon.
          “Well, kau memang kuat Jenna. Aku benar-benar tidak salah memilih orang,” ungkap Phil dengan penuh bangga.
         “Paman, bolehkah aku tahu mengenai sang pangeran? Uhmm … maksudku bagaimana kepribadiannya. Aku hanya ingin mempersiapkan bagaimana seharusnya aku bersikap padanya.”
            “Hmmm … aku rasa memang seharusnya kau perlu tahu mengenai sang pangeran.” Phil tampak serius dengan perkataannya. Ia nampak mengeluarkan sebuah dokumen dari laci meja kerjanya. Kemudian memakai kacamata yang semula hanya bergantung lurus di lehernya. Jenna memperhatikan setiap gerak yang Phil lakukan.
          “Well, nama lengkap pangeran adalah Arley Caldwell Henry Pourne. Kata “Arley” diberikan oleh sang kakek. Kata “Caldwell” diberikan oleh ayahnya sendiri yang berarti musim semi karena dia dilahirkan pada musim semi. Sementara itu, kata “Henry” berasal dari nama ayahnya. Dan kata Pourne dipakai untuk semua keturunan Raja di Negeri Pourne. Kau cukup memanggilnya Pangeran Arley. Selanjutnya …”
            “Tunggu …” potong Jenna cepat. Phil menatap Jenna di balik kacamata yang hanya bertengger tak sempurna di hidungnya.
            “Aku bingung menghapal nama pangeran. Itu sangat panjang dan apakah aku perlu menghapalnya?” Jenna melanjutkan perkataannya.
            “Ahaha … kau tidak perlu khawatir. Aku akan memberikan dokumen ini padamu nanti.”
            “Baiklah …”
            “Kita lanjutkan … Pangeran Arley berumur 25 tahun dan dia baru saja menyelesaikan S-2 nya di Jepang.”
      “Paman …” potong Jenna kembali. Phil menutup mulutnya kembali sebelum ia melanjutkan perkataannya.
            “Maksudku, aku hanya ingin tahu mengenai kepribadian Pangeran Arley. Biodatanya biar aku baca sendiri nanti.”
            “Ahh, kau benar! Kenapa tidak dari tadi saja kau bilang?” Phil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Jenna hanya tersenyum kecil melihat sikap Phil.
            “Hmmm … simpan baik-baik dokumen ini. Dan ingat, rahasia ini hanya kau, aku, Raja, dan Pangeran saja yang tahu,” lanjut Phil kemudian sambil menyerahkan dokumen tersebut pada Jenna.
            “Siap, Paman! Aku akan menjaga dokumen ini dengan hati-hati.”
            “Kau tahu, Jenna. Pangeran Arley sangat keras kepala. Ia selalu mempertahankan pendapatnya sendiri, tidak peduli resikonya apapun. Dia juga tidak pernah mau dikalahkan. Walau itu ayahnya sendiri. Aku harap kau akan bertahan dengan sikapnya yang seperti itu.”
            “Oh … eh … mungkin aku akan berusaha mengatasinya.”
            “Hmmm … semoga saja dia berubah setelah sekian lama tinggal di Jepang. Ahh … aku sangat merindukan pangeran kecil itu. Dulu aku yang merawatnya ketika masih kecil. Ketika kecil, pangeran sangat lincah. Beberapa kali ia memecahkan barang-barang di istana.”
            “Pasti saat itu pangeran sangat lucu.”
            “Kau benar … dia sangatlah lucu. Aku benar-benar tidak sabar bertemu dengan dia.”
            “Kau sangat menyayanginya, Paman?”
            “Aku amat sangat menyayanginya. Bahkan ketika kami terpisah, aku selalu mengirimkan email padanya. Berharap kalau keadaannya di Jepang akan selalu baik-baik saja.”
            “Aku mengerti perasaanmu, Paman.”
            “Ahh … seharusnya tidak boleh sedih seperti ini. Besok Pangeran akan pulang, tentu saja aku harus menyambutnya dengan bahagia.”
            Phil dan Jenna tersenyum bersama. Bagi Phil, kedatangan Pangeran Arley kali ini sangatlah penting. Setelah sekian lama kepergiannya dari Negeri Pourne, sang pangeran datang dengan sebuah misi yang akan menyelamatkan Negeri Pourne. Phil sangat berharap bahwa Pangeran Arley dan Jenna akan dapat bekerja sama menjalankan misi tersebut.
***
            Malam menghampiri Negeri Pourne. Angin yang berhembus begitu dingin. Dalam sebuah rumah sederhana yang terletak di pinggiran kota Pourne, terlihat Jennna asyik memainkan pikirannya. Ia tak berkedip memandangi lembaran dokumen yang berada di depan matanya. Sesekali bibirnya tersenyum tipis. Ia terus membayangkan wajah tampan Pangeran Arley yang akan ditemuinya besok. Malam ini ia benar-benar mempelajari profil tentang Pangeran Arley. Ia tak melewatkan sedikitpun hal-hal yang berhubungan dengan Pangeran Negeri Pourne itu. Mulai dari golongan darah, makanan favorit, bahkan sampai ukuran sepatu sang pangeran.
            “Aku tidak sabar melihat dirimu …” gumam Jenna sambil tersenyum kecil.
            Sekilas Jenna mengingat semua rahasia yang diceritakan Phil kepadanya tadi siang. Bagaimanapun juga, mulai besok Jenna akan menjadi salah satu orang yang akan menjalankan misi rahasia itu. Ia tak ingin mengecewakan Phil yang telah mempercayakan tugas ini padanya. Begitu juga ia tak mau mengecewakan sang raja dan pangeran. Jenna merasa keterlibatannya dalam misi kali ini bukanlah hal biasa. Bukan seperti bermain perang-perangan dengan Jessica dan teman-temannya ataupun sekedar membalas perbuatan anak kecil yang bertingkah nakal padanya.
            Ya … Jenna akan menyelamatkan Negeri Pourne. Dia akan bekerja keras bersama Pangeran Arley, Phil, dan juga Raja Henry. Tak ada satupun yang mengetahui hal ini. Bahkan para pengawal kerajaan pun tak ada yang mengetahuinya.
            “Jenna, kau belum tidur?” tanya Bibi Moon di sela-sela lamunan panjang Jenna.
            “Oh, Bibi. Tiba-tiba aku sulit tidur …” jawab Jenna sambil membereskan dokumen-dokumen mengenai Pangeran Arley yang bertebaran di ranjang tidurnya.
            “Hmmm … mulai besok kau akan tinggal di Pourne House. Bibi akan merasa kesepian tanpamu, Nak.”
            “Bibi …”
            “Ah, tapi tenang saja. Bukankah menjadi pengawal raja adalah impianmu? Bibi seharusnya bangga, karena akhirnya kau akan meneruskan pekerjaan ayahmu.” Bibi Moon berusaha menutupi perasaannya. Sejujurnya ia sangat khawatir dengan Jenna. Ia takut pekerjaannya sebagai pengawal raja akan membahayakan keselamatan Jenna. Seperti yang terjadi pada ayah Jenna dahulu.
            “Bibi jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja.”
            “Well, kau jangan sampai telat makan. Kau juga harus selalu bersiaga ketika kau sedang tidur. Kau juga perlu membawa sesuatu benda yang dapat melindungimu kemana saja kau pergi. Dan kau …”
            “Bibi … Aku mengerti kau khawatir dengaku. Tapi tenang saja, aku janji akan selalu menjaga diri.” Jenna menenangkan Bibi Moon. Ia menatap bibinya penuh keyakinan.
            “Hmmm … kau memang sudah besar, my dear.” Bibi Moon mengusap lembut rambut Jenna yang terurai panjang. Bagi Bibi Moon, Jenna sudah seperti anaknya sendiri. Apalagi dia tidak pernah merasakan bagaimana memiliki anak dari rahimnya sendiri.
            “Karena aku sudah besar, Bibi tidak perlu mengkhawatirkan aku lagi. Oke?”
            Bibi Moon tersenyum kecil. Kali ini ia memeluk Jenna dengan erat. Ia merasa sedih, namun ia juga harus membiarkan Jenna untuk mewujudkan impiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar